Kamis, 30 Mei 2013

PENGARUH BAHASA ARAB DALAM MEMAHAMI PLURALITAS BANGSA



PENGARUH BAHASA ARAB  DALAM MEMAHAMI PLURALITAS BANGSA

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Mahasiswa Berprestasi
Tahun Kademik 2012 / 2013





 


                                                                                    








Disusun Oleh :

Hanik Rohayati
111510

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH/PBA-B
TAHUN 2012


PENGARUH BAHASA ARAB  DALAM MEMAHAMI PLURALITAS BANGSA

 I. PENDAHULUAN
            Indonesia adalah Negara yang plural . Beragam budaya, suku, bahasa dan agama ada di Indonesia. Keberagaman yang ada di Indonesia diharapkan  dapat bersatu padu seperti dalam semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Tetapi dalam kenyataannya kesatuan, kedamaian, dan persatuan  yang di harapkan dapat bersemi di Indonesia hanya tinggal harapan belaka. Berbagai bentuk konflik yang mengatasnamakan agama, suku dan budaya bermunculan mulai dari konflik poso, ambon, hingga akhir-akhir ini banyak terjadi kasus kekerasan atas nama agama hingga merusak tempat-tempat ibadah agama lain. Mengapa semua itu bisa terjadi ? fanatisme kesukuan dan agama yang disinyalir menjadi penyebab konflik-konflik yang berkepanjangan .Pemahaman yang berbeda terhadap teks-teks yang ada dalam al quran mengenai ayat-ayat jihad juga menjadi dasar utama, lalu apakah di dalam alquran juga terdapat ayat-ayat yang menerangkan tentang kehidupan yang majemuk ( plural )? Jika ada bagaimana cara memahaminya hingga terbentuk masyarakat yang benar-benar saling menghargai antar agama, suku, bahasa dan  ras. Melalui karya tulis ini penulis akan mencoba menerangkan pengaruh bahasa arab dalam memahami pluralitas bangsa.
 
II. RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian bahasa itu?
2.      Apakah pengertian pluralitas bangsa itu?
3.      Seperti apakah keragaman bangsa Indonesia?
4.      Apakah yang melatarbelakangi terjadinya konflik di Indonesia?
5.      Bagaimanakah pengaruh Bahasa Arab dalam memahami pluralitas Bangsa?

III. PEMBAHASAN
A.    Pengertian Bahasa
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter (mana suka ) dipergunakan oleh anggota masyarakat atau kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri .
Keberadaan bahasa sebagai perangkat komunikasi mendapat perhatian serius dari masyarakat pengguna bahasa, hal ini terwujud dalam peribahasa “ Ajining diri ono ing lathi, ajining saliro ono ing busono “. Peribahasa ini menggambarkan bahwa penghargaan akan diberikan seseorang pada pengguna bahasa bila mampu berbahasa dengan baik yang diwujudkan dalam percakapan yang etis, begitu  pula penghargaan orang lain pada diri kita diwujudkan dalam penampilan dalam berpakaian.[1]
Sapir Whorf dalam hipotesisnya menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi pandangan hidup dan cara berfikir masyarakat pemakainya.Dengan kata lain bahasa mempengaruhi cara manusia melihat dan menanggapi keadaan dunia sekelilingnya.[2]
Bahasa akan menumbuhkan sikap peduli terhadap orang lain, sikap saling menghargai dan menumbuhkan nilai-nilai dan perilaku positif. Karena itu bahasa sangat berperan dalam membentuk karakter individu yang pada akhirnya akan mencerminkan karakter bangsa. Seperti dalam peribahasa bahasa menunjukkan bangsa.
Sebagaimana Bahasa Indonesia sebagai Identitas Nasional bangsa, Bahasa Arab selain menjadi identitas bangsa arab juga menjadi identitas agama yang  telah lama memainkan peranan penting dalam pembentukan karakter bangsa yang religious.Yakni sejak Agama Islam masuk di Nusantara. Lewat teks-teks Bahasa Arab, Baik itu yang datang dari al-Qur’an, hadits maupun kitab-kitab klasik yang lain masyarakat Indonesia bisa memahami apa yang terkandung dalam teks-teks tersebut. Tetapi dalam memberikan suatu penafsiran pasti akan terjadi suatu perbedaan pendapat. Dan itu hal yang wajar, karena manusia diberi akal untuk berfikir, dan fikiran manusia yang satu dengan yang lain berbeda-beda.
        
B.     Pengertian Pluralitas
Berasal dari kata plural yang artinya: jamak, banyak dan ganda.[3] Mendapat tambahan–itas sehingga maknanya menjadi kejamakan,kejamakan orang banyak. Ditinjau dari bentukan bahasanya, pluralisme merupakan serapan kata “pluralism” yang berasal dari Barat. Dalam bahasa Inggris, “pluralism” diterjemahkan sebagai “state or quality of being plural” (keadaan yang majemuk). Makna bahasa dari “pluralisme” adalah kemajemukan. Imbuhan -isme menunjukkan bahwa istilah tersebut merupakan sebuah paham, ideologi, kondisi, atau nomina. Imbuhan tersebut juga dapat kita temui dalam kata nasionalisme, komunisme, marxisme, marhaneisme, organisme, heroisme, dan sebagainya. Dan khazanah bahasa kita lebih memilih untuk menyerapnya menjadi “pluralisme”, bukan “majemukisme”, “jamakisme”, atau “bhinnekaisme”.
Yang dimaksud dengan pluralitas bangsa disini adalah bahwa dalam suatu Negara memiliki bermacam suku, bahasa, agama dan budaya yang berbeda-beda. Sebagaimana yang dikatakan oleh Leo Suryadinata (1999:150)bahwa Indonesia adalah Negara yang multietnis dan multiagama. Indonesia dikatakan sebagai bangsa yang plural karena Indonesia memiliki berbagai macam suku, agama, bahasa dan budaya.[4]
Pluralitas adalah kemajemukan yang didasari oleh keutamaan (keunikan) dan kekhasan. Karena itu, Pluralitas tidak dapat terwujud atau terbayangkan keberadaannya kecuali sebagai antithesis dan sebagai objek komparatif dari keseragaman dan kesatuan yang merangkum seluruh dimensinya. Pluralitas tidak dapat disematkan kepada “situasi cerai berai” dan “permusuhan” yang tidak mempunyai tali persatuan yang mengikat semua pihak, tidak juga kepada kondisi “cerai berai” yang sama sekali tidak memiliki hubungan antar masing-masing pihak.[5]
Dalam Islam, setiap Nasionalisme dan ras terdapat pluralitas. Al-Quranul karim menyebutkan hal itu sebagai satu ayat (tanda kekuasaan). Dari ayat-ayat Allah SWT dalam sistem kemasyarakatan manusia. Allah SWT berfirman (Ar-Rum:22)
Ayat tersebut menjelaskan masalah pluralitas dalam kerangka “faktor kesatuan manusia”
Dalam hal kebangsaan dan suku terdapat pluralitas yang membuahkan perbedaan yang diperintahkan oleh al-Quran agar hal itu dipergunakan dalam membangun hubungan ta’aruf  (saling mengenal) diantara masing-masing pihak yang berbeda (al-Hujurat:13). Pluralitas dalam ayat tersebut adalah Pluralitas perbedaan bentuk bangsa-bangsa dan kabilah-kabilah yang berdiri diatas kerangka faktor kesatuan (hikmah agar berta’aruf) diantara semua umat manusia.[6]

C.    Keragaman Bangsa Indonesia
1.      Suku Bangsa
Suku bangsa adalah golongan sosial yang khusus, yang askriptif (ada sejak kelahiran ) yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin.[7] Kekhususan dari suku bangsa dari sebuah golongan sosial ditandai oleh ciri-cirinya yaitu: diperoleh secara askriptif atau didapat begitu saja bersama dengan kelahirannya, muncul dalam interaksi berdasarkan atas adanya pengakuan oleh warga suku bangsa yang bersangkutan dan di akui oleh suku bangsa yang lainnya. Merupakan ciri-ciri yang umum dan mendasar berkenaan dengan asal mula manusia, yang digunakan sebagai acuan bagi identitas atau jati diri pribadi atau kelompoknya yang tidak dapat dengan seenaknya dibuang atau ditiadakan walaupun dapat disimpan atau tidak digunakan dalam interaksi berlaku karena ciri-ciri tersebut melekat seumur hidup bersamaan dengan keberadaannya sejak lahir.
Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis yang menggunakan tidak kurang dari 300 dialek.Populasi penduduk Indonesia sekarang ini diperkirakan 210 juta lebih. Jumlah tersebut diperkirakan mayopritas jumlah terbesar beretnis jawa dan etnis minoritas berasal dari pulau –pulau diluar jawa seperti suku makasar bugis (3,68 %), Batak (2,04%), Bali (1,88%), Aceh (1,4%) dan suku-suku lainnya.
Karena Indonesia dikatakan sebagai Negara yang memiliki banyak suku bangsa, maka Indonesia dianggap sebagai Negara yang rawan konflik. Sebagai contoh : pertentangan antara warga di Ambon, perkelahian antara suku madura dan dayak di Kalimantan Barat dan daerah-daerah lain yang juga mempunyai kasus yang sama.
2.       Agama
Selain isu suku yang disebutkan diatas, ada isu lain dalam politik Indonesia yaitu dimensi agama yang dihubungkan dengan kesukuan. Agama- agama yang ada di Indonesia antara lain: Islam, Kristen katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan kong Hu cu.
Karena Indonesia merupakan Negara yang multi agama maka Indonesia dapat dikatakan sebagai Negara yang rawan terhadap disintegrasi bangsa. Banyak gejala disintegrasi bangsa yang terjadi mulai dari kasus ambon yang sering di isukan sebagai pertikaian antar agama. Hingga sekarang  kekerasan atas nama agama semakin memprihatinkan dan ini terjadi bukan dengan agama lain tapi dalam satu agama. Dimulai dari kasus penyerangan terhadap jema’at Ahmadiyah yang terjadi di cikeusik, Banten hingga kasus pengerusakan gereja di temanggung karena ketidakpuasan warga atas putusan hakim serta berbagai kasus yang lainnya yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Konflik-konflik dan segala macam pertikaian yang melanda negeri ini tidak akan terjadi jika masyarakat mau memahami betul makna Pluralisme sebagaimana yang terdapat dalam alquran bagi umat islam dan kitab-kitab lain bagi agama selain islam.


3.      Kebudayaan
Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat, model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai pedoman untuk bertindak.[8]
Kebudayaan adalah milik masyarakat sedangkan individu-individu yang menjadi warga masyarakat tersebut mempunyai pengetahuan kebudayaan.
Indonesia memiliki bermacam-macam kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada. Meskipun kita memiliki suku bangsa yang berbeda-beda dan kebudayaan yang bermacam-macam tentu saja kita tidak ingin melihat perbedaan tersebut sebagai penghambat persatuan dan kesatuan bangsa akan tetapi justru degan adanya perbedaan itu akan memberikan motivasi kepada kita untuk menjadi bangsa yang bersatu teguh sehingga tidak mudah terpecah belah dan diombang ambingkan oleh Negara lain.
4.      Bahasa
   Bahasa merupakan alat komunikasi antar anggota masyarakat yang dengannya bisa menumbuhkan kerukunan tapi sekaligus juga dapat menyebabkan pertumpahan darah.
   Di Indonesia sendiri bahasa sangat beragam. Tiap daerah memiliki bahasa sendiri-sendiri dan kesemuanya lahir dari masyarakat setempat. Dari ragam bahasa itulah konflik akan bermunculan karena mempertahankan kekhasan daerah masing-masing. Oleh karena itu pada 28 oktober 1928 para pejuang kemerdekaan mencetuskan sumpah pemuda yang mempunyai 3 butir yaitu pertama, Berbangsa satu bangsa Indonesia. Kedua,  bertanah air satu tanah air Indonesia. Dan yang ketiga, berbahasa satu bahasa Indonesia. Pada Poin ketiga inilah diharapkan konflik-konflik antar daerah dan suku yang dikhawatirkan akan terjadi tidak akan pernah terjadi. Karena dengan dijadikannya Bahasa Indonesia yang berasal dari melayu menjadi bahasa resmi negara, akan mempersatukan bahasa-bahasa yang ada di seluruh Nusantara, sehingga jika ada sekelompok orang yang berasal dari daerah yang sangat jauh pun misal dari suku pedalaman akan bisa berkomunikasi dengan orang-orang yang tinggal di daerah Ibu Kota dan semua itu karena adanya bahasa pemersatu kita yakni bahasa Indonesia.
5.      Kasta dan kelas
   Kasta adalah pembagian sosial atas dasar agama. Dalam agama Hindu  para penganutnya dikelompokkan kedalam beberapa kasta. Kasta yang tertinggi  adalah Kasta Brahmana (kelompok Rohaniawan )  dan kasta yang terendah adalah kasta sudra ( orang biasa atau masyarakat biasa ). Kasta yang rendah biasanya tidak bisa kawin dengan kasta yang lebih tinggi dan begitu juga sebaliknya. Tetapi Dalam Islam tidak mengenal kasta karena semua manusia adalah sama dihadapan Allah SWT, yang membedakan hanya tingkat ketakwaannya. 
   Kelas menurut Weber adalah suatu kelompok orang-orang dalam situasi kelas yang sama, yaitu kesempatan untuk memperoleh barang - barang dan untuk menentukan sendiri keadaan kehidupan ekstern dan nasib pribadi.
   Disamping kelas milik yang dibicarakan Weber diatas juga terdapat kelas-kelas berdasarkan pendapatan.  Mereka yang termasuk dalam kelompok ini adalah kaum pengusaha, kaum pemegang profesi-profesi bebas dan kaum pekerja.Sedangkan kelas-kelas social adalah mencakup semua situasi kelas dimana baik mobilitas pribadi maupun mobilitas antar generasi dimungkinkan diantara kelas-kelas tersebut dan hal semacam ini merupakan hal yang biasa.
    
D.    Latar Belakang Konflik- Konflik di Indonesia
Di Indonesia konflik maupun kekerasan atas nama agama nampaknya belum akan berhenti. Konflik Ambon, kisah tragis Poso, pelbagai aksi pengerusakan tempat ibadah, kekerasan terhadap pemeluk agama lain dan beberapa kasus dakwah dengan menggunakan “tangan” menjadi warna lain dari wajah keberagamaan kita. Problem ini perlu memperoleh solusi agar tidak kembali menjadi tragedi. Konflik agama perlu diredam, toleransi perlu ditanamkan.[9]
Egoisme beragama dinilai menjadi salah satu factor pemicu kekerasan tersebut. Kekerasan agama,lebih disebabkan oleh sikap keagamaan yang fanatic (fanatisme), paham keagamaan yang fundamentalis (fundamentalisme) dan Integralisme. Sikap ini hadir karena respon atas penafsiran dan pemahaman teks kitab suci oleh manusia yang memiliki keterbatasan dalam tafsir atas teks, sedangkan Tuhan mengungkapkan diri_Nya (melalui teks) dengan sempurna. Tentu saja problem internal ini diperparah dengan factor eksternal, kepentingan politis, ekonomi dan Lainnya.[10]

E.     Pengaruh Bahasa Arab dalam Memahami Pluralitas Bangsa 
Didalam Alquran yang notabenenya berbahasa Arab banyak di jelaskan ayat-ayat yang menerangkan tentang kemanusiaan tak terkecuali pluralisme baik dalam agama,suku,warna kulit, bahasa dan ras.Coba simak ayat berikut
 “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang mengetahui”.(ar-Rum:22)
Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah SWT menciptakan perbedaan dalam bentuk,tampang,dan susunan tubuh sehingga getaran suara masing-masing manusia tidak ada yang sama, meskipun dari dua orang kembar sekalipun.
Dengan perbedaan, keberagaman,dan pluralitas dalam bahasa yang batas-batasnya kemudian menggariskan umat dan bangsa-bangsa, masalah keberagaman itu amat jelas dilihat. Hal itu adalah keberagaman yang tidak menafikan perbedaan dalam lidah bagi setiap individu bagi manusia.
Selain pluralitas dalam lidah, bahasa, warna kulit, dan ras, manusia juga berbeda-beda menjadi bangsa-bangsa dan kabilah-kabilah. Hal ini adalah agar setiap bangsa dan kabilah saling kenal, untuk kemudian bangsa-bangsa dan kabilah-kabilah semuanya saling kenal dan menjalin persahabatan satu sama lain dalam kerangka kemanusiaan yang menaungi seluruh bangsa. Seperti dalam Firman Allah SWT:
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(al-Hujurat:13)
Jika kekhasan dan perbedaan antara kelompok masyarakat, bangsa dan kabilah adalah keberagamaan dalam kerangka kesatuan kemanusiaan, maka logika al-Quran menjadikan hikmah hal itu dalam dinamika saling kenal antara individu manusia.”Dengan saling kenal maka akan menumbuhkan kasih sayang yang membawa keselarasan, bukan untuk permusuhan”.
Kemajemukan, pluralitas, dan perbedaan adalah sunnah.[11] Demikian juga adanya saling berpasangan. Berpasang- pasangan bahkan mencerminkan keselarasan yang dalam hakikatnya adalah ungkapan dari saling berlainan, beragam, dan berbeda
“Dan, Kami jadikan kamu berpasang-pasangan.”(an-Naba’:8)
Saling berpasangan dan berkawan tidak dapat terjadi kecuali antara pihak-pihak yang berbeda yang saling memiliki kekhasan, beragam, dan berbeda. Kemanusiaan yang satu dalam ajaran Islam adalah umat, bangsa dan kabilah serta lidah, bahasa, warna kulit, dan ras-ras. Seluruhnya saling beragam, mempunyai kekhasan tersendiri, plural serta berbeda dalam kerangka kemanusiaan yang merangkum mereka.
Pluralitas dalam kerangka kesatuan Negara, warga negara dan landasan negara adalah sunnah, Undang-Undang serta perjanjian yang diterapkan dalam tataran aplikatif dan praktis. Hal itu bukanlah sesuatu yang aneh. Umat universal ini dibangun diatas pluralitas. Ciri Universal dari pluralitas ini adalah Wahyu Illahi, yang dibawa oleh Al-Quranul Karim
“ Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan Manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat kecuali orang-orang yang diberi Rahmat oleh Tuhanmu”.(Hud:118)  
“…Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan –Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”(al-Maaidah:48)
Umat yang Universal ini dibangun diatas pluralitas. Bahkan, Pluralitas itu merupakan conditio sine qua non ‘syarat mutlak’sifat universalitasnya.[12]
Pada Zaman Nabi Muhammad Negara didirikan atas asas Islam, walaupun berasaskan islam beliau tidak berlaku semena-mena terhadap orang-orang Non Islam, tetapi sebaliknya beliau memberikan perlindungan terhadap mereka atas harta benda dan jiwa mereka, dan memberikan kebebasan dalam menjalankan agama mereka. Toleransi yang beliau ajarkan ini yang menjadikan umat pada waktu itu bersatu dalam kedamaian dan kerukunan.
Seperti perkataan Beliau pada bani Najran
 “Mereka mendapatkan lindungan Allah SWT dan lindungan Muhammad Rsulullah SAW atas harta mereka, diri mereka, agama mereka, saat pergi mereka, dan saat hadir mereka, dan keluarga mereka, dan rumah ibadah mereka, dan seluruh apa yang ada di tangan mereka baik sedikit maupun banyak. Dan, diubah salah satu uskup dari uskup mereka, atau salah satu rahib dari rahib mereka, juga salah satu pendeta dari pendeta mereka.Mereka tidak memendam dendam dan tidak dituntut akan kesalahan pada masa jahiliah.Mereka mendapatkan keadilan.”.[13] 
Selain itu beliau juga mengajarkan kepada sahabat-sahabatnya bahwa kecintaan manusia kepada kaumnya adalah diperintahkan. Namun fanatisme kebangsaan yang dzolim itulah yang ditolak. Dan, ketika shahabat beliau Washilah Bin Al-asqa’ bertanya,” apakah termasuk fanatisme jika seseorang mencintai kaumnya?” Rosulullah menjawab, “tidak, namun fanatisme ( ‘ashobiyyah) adalah jika seseorang membantu kaumnya yang berada dalam  kedzoliman.”(HR. Ibnu Majjah dan Ahmad)
Dari hadits diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa hakikat pluralisme adalah suatu paham yang menghargai arti perbedaan dan menghargai hak asasi orang lain tanpa memandang ras, agama, suku, bahasa maupun budaya .Pluralitas bukan berarti sebagai peleburan “kebenaran” yang mengatakan bahwa semua agama benar sehingga tidak ada kebenaran tunggal tapi lebih pada cara kita menghormati agama lain dan tetap menganggap agama yang kita anut sebagai agama yang benar tanpa mengatakan agama orang lain salah karena mereka memiliki dasar masing-masing.Yang tidak diperbolehkan disini adalah mencampuradukkan agama yang satu dengan agama yang lain. Kefanatikan dalam agama tidak dilarang selama kita masih menghormati kepercayaan agama lain. Seperti dalam firman Allah SWT
“Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.”(al-Kafirun: 6)
Penerapan Pluralisme di Indonesia tidak dapat berjalan mulus  dikarenakan adanya pihak-pihak yang belum memahami betul makna pluralisme. Pemahaman mengenai pluralisme dapat kita pelajari dari teks- teks keagamaan yang syarat dengan pelajaran - pelajaran kebaikan utamanya mengenai kehidupan bermasyarakat,   berbangsa dan bernegara.  Oleh karena itu perlu adanya  kesadaran dari diri kita masing – masing untuk lebih menerapkan sikap pluralisme dalam kehidupan kita, agar kerukunan dan persatuan yang kita dambakan bisa terwujud. kalau tidak dimulai dari diri kita lalu dari siapa lagi ??  

IV. Kesimpulan
      Pluralisme adalah suatu faham yang menghargai perbedaan, tidak memandang agama, suku, ras, budaya, maupun bahasa. Pluralisme merupakan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk disertai dengan sikap yang tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif  dan Rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa. Dalam penerapannya, Pluralisme tidak dapat berjalan dengan mudah, sehingga banyak terjadi konflik-konflik yang muncul baik atas nama agama maupun kelompok atau suku. Kesalahfahaman mengenai arti pluralisme dan penerapannya dalam kehidupan yang dinilai menjadi penyebabnya. Oleh karena itu perlu adanya pelurusan mengenai apa sebenarnya pluralisme itu dan bagaimana caranya menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Lewat teks-teks agama yang notabenenya berbahasa Arab diharapkan dapat memberikan pengaruh yang berarti terhadap pelurusan makna pluralisme itu sendiri agar cita-cita bangsa Indonesia yang termuat dalam Bhineka Tunggal ika bisa terwujud.

V. Penutup
      Demikianlah yang dapat kami paparkan dalam karya tulis ini, Kami masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat kita butuhkan demi perbaikan karya tulis selanjutnya, dan harapan besar dari kami semoga karya tulis ini bisa bermanf aat bagi penulis utamanya dan bagi pembaca pada umumnya.

VI. Referensi
Rosyid Moh.Bahasa Indonesia untuk perguruan tinggi.Semarang:UPT UNNES  Press.2004
Chaer Abdul.Pembakuan Bahasa Indonesia.Jakarta:Rineka Cipta
Hamid Farida.Kamus ilmiah.Surabaya:Apollo
Woodward Mark.Deradikalisasi Agama,Paradigma Edisi xix,2011
Imarah Muhammad.Islam dan Pluralitas.Jakarta:Gema insani prees.1999
Ubaidillah A,Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani,IAIN Jakarta Press.2000





[1]Moh.Rosyid, M.Pd. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi,UPT UNNES Press, Semarang,2004,hlm1-3
[2] Abdul chaer, Pembakuan Bahasa Indonesia,Rineka cipta,Jakarta, hlm.129
[3] Farida Hamid,S.Pd, Kamus Ilmiah, Apollo,Surabaya
[4] A.Ubaidillah, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, IAIN Jakarta Press,2000, hlm.10
[5] DR.Muhammad Imarah, Islam dan Pluralitas, Gema insani prees,Jakarta,1999,hlm.9
[6] Ibid, hlm.12-13
[7] A.Ubaidillah, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, IAIN Jakarta Press, 2000, hlm.10

[8] Ibid,hlm
[9] Prof.Mark Woodward,Deradikalisasi Agama,Paradigma Edisi xix,2011
[10] Ibid,hlm.11
[11] DR.Muhammad Imarah,Islam dan Pluralitas,Gema insani prees,Jakarta,1999,hlm 143
[12] Ibid,hlm140-141
[13] Ibid,163

Tidak ada komentar:

Posting Komentar