Kamis, 30 Mei 2013

ORIENTASI, TANTANGAN SERTA PROSPEK PENDIDIKAN BAHASA ARAB



ORIENTASI, TANTANGAN SERTA PROSPEK
PENDIDIKAN BAHASA ARAB

Disusun Guna Memenuhi Tugas UAS
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Mas’udi,S.Fil.,M.A




 



                                                                                                                              








Disusun Oleh :

HANIK ROHAYATI
111510


 


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH/PBA-B
TAHUN 2012

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asumsi yang selama ini berkembang adalah bahwa bahasa Arab sudah mulai dikenal oleh bangsa Indonesia sejak Islam dikenal dan dianut oleh mayoritas bangsa kita. Jika Islam secara meluas telah dianut oleh masyarakat kita pada abad ke-13, maka usia pendidikan bahasa Arab dipastikan sudah lebih dari 7 abad.[1]Karena perjumpaan umat Islam Indonesia dengan bahasa Arab itu paralel dengan perjumpaannya dengan Islam. Dengan demikian, bahasa Arab di Indonesia jauh lebih “tua dan senior” dibandingkan dengan bahasa asing lainnya, seperti: Belanda, Inggris, Portugal, Mandarin, dan Jepang.
Namun demikian, jika dibandingkan dengan bahasa Inggris yang bercitra lebih baik, mengapa citra dan apresiasi masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduk muslim yang merupakan komunitas muslim terbesar di dunia terhadap bahasa Arab tampaknya kurang menggembirakan? Apakah posisi bahasa Arab sebagai bahasa kitab suci al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad Saw. Selama ini tidak cukup memberikan daya dorong (inspirasi dan motivasi) bagi umat Islam untuk mau mengkajinya secara lebih intens? Apakah studi basaha Arab di Indonesia hanya dipacu oleh semangat (motivasi) untuk memahami ajaran Islam semata, dan terbatas di kalangan kaum tradisional “santri” saja, sehingga studi bahasa Arab kurang mendapatkan momentum untuk berkembang sebagai sebuah disiplin ilmu dan menarik minat banyak kalangan? Dan jika bahasa Arab harus direfungsionalisasi, baik secara ilmiah-akademik maupun profesional-pragmatik, bagaimana hal ini dapat dilakukan?
Sederetan pertanyaan tersebut menarik dikemukan karena selama ini pengkaji atau pendidik bahasa Arab tampaknya baru sekedar memposisikan bahasa Arab sebagai alat (wasîlah) untuk memahami teks keislaman yang berbahasa Arab dan belum memfungsikannya sebagai sebuah disiplin ilmu yang perlu dikembangkan melalui berbagai penelitian dan pembacaan kembali secara kritis. Pandangan kita terhadap bahasa Arab selama ini boleh jadi juga “termakan” oleh pendapat ulama masa lalu bahwa bahasa Arab ituutamanya nahwu dan sharaf, telah “matang dan terbakar”, dalam arti bahwa ilmu ini sudah sudah tidak mungkin lagi dikembangkan dan diperbaharui. Betulkan demikian?
Boleh jadi pertayaan tersebut ada benarnya, terutama jika dihubungkan dengan kesan sebagian besar orang bahwa bahasa Arab itu sulit (dipelajari, dipahami, dipraktikkan; tidak sepertibahasa Inggris atau Mandarin).Tingkat kesulitan dalam mempelajari bahasa Arab diduga kuat karena ilmu bahasa Arab itu sudah cukup matang, komplit dan sekaligus kompleks. Mitos apa yang sesungguhnya menghantui sulitnya mempelajari dan menguasai bahasa Arab?
Tulisan ini mencoba memberikan pemikiran ulang dan refleksi (rethinking and reflecting) mengenai tantangan dan prospek studi dan pendidikan bahasa Arab di Indonesia. Tantangan apa saja yang sesungguhnya dihadapi oleh para peminat studi bahasa Arab di Indonesia oleh dewasa ini? Bagaimana membuka peluang dan prospek yang menarik bagi peminat studi bahasa Arab di tengah persaingan global? Sikap, tradisi, dan etika akademis seperti apakah yang perlu dirumuskan untuk membangun keilmuan  bahasa Arab sehingga dapat memberikan prospek cerah di masa depan?
B.     Rumusan masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan, maka timbullah beberapa masalah berikut:
a.      Apa saja orientasi Pendidikan Bahasa Arab?
b.      Bagaimana tantangan yang terjadi dalam Pendidikan Bahasa Arab?
c.       Bagaimana prospek yang harus dilakukan dalam menghadapi tantangan Pendidikan Bahasa Arab?




BAB II
PEMBAHASAN
A.Orientasi Pendidikan Bahasa Arab
Pendidikan bahasa Arab di Indonesia sudah diajarkan mulai dari TK (sebagian) hingga perguruan tinggi.Berbagai potret penyelenggaraan pendidikan bahasa Arab di lembaga-lembaga pendidikan Islam setidaknya menunjukkan adanya upaya serius untuk memajukan sistem dan mutunya. Secara teoritis, paling tidak ada empat orientasi pendidikan bahasa Arab sebagai berikut:
Orientasi Religius, yaitu belajar bahasa Arab untuk tujuan memahami dan memahamkan ajaran Islam (fahm al-maqru’). Orientasi ini dapat berupa belajar keterampilan pasif (mendengar dan membaca), dan dapat pula mempelajari keterampilan aktif (berbicara dan menulis).
Orientasi Akademik, yaitu belajar bahasa Arab untuk tujuan memahami ilmu-ilmu dan keterampilan berbahasa Arab (istima’, kalam, qira’ah, dan kitabah).[2] Orientasi ini cenderung menempatkan bahasa Arab sebagai disiplin ilmu atau obyek studi yang harus dikuasai secara akademik.Orientasi ini biasanya identik dengan studi bahasa Arab di Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, Bahasa dan Sastra Arab, atau pada program Pascasarjana dan lembaga ilmiah lainnya.[3]
Orientasi Profesional/Praktis dan Pragmatis, yaitu belajar bahasa Arab untuk kepentingan profesi, praktis atau pragmatis, seperti mampu berkomunikasi lisan (muhadatsah) dalam bahasa Arab untuk bisa menjadi TKI, diplomat, turis, misi dagang, atau untuk melanjutkan studi di salah satu negara Timur Tengah, dsb.
Orientasi Ideologis dan Ekonomis, yaitu belajar bahasa Arab untuk memahami dan menggunakan bahasa Arab sebagai media bagi kepentingan.Orientasi ini, antara lain, terlihat dari dibukanya beberapa lembaga kursus bahasa Arab di negara-negara Barat.[4]
Dalam masyarakat dewasa ini mulai timbul keluhan atau kritik yang dialamatkan kepada dunia pendidikan tinggi Islam, termasuk PBA, bahwa lulusan PBA kurang memiliki kemandirian dan keterampilan berbahasa yang memadai, sehingga daya saing mereka rendah dibandingkan dengan alumni lembaga lain. Kelemahan daya saing ini perlu dibenahi dengan memberikan aneka “keterampilan plus”, seperti: keterampilan berbahasa Arab dan Inggris aktif (berbicara dan menulis), keterampilan mengoperasikan berbagai aplikasi komputer, keterampilan meneliti, keterampilan manajerial, dan keterampilan sosial.
B.Tantangan Pendidikan Bahasa Arab 
Bahasa Arab di negara-negara Timur Tengah, seperti: Arab Saudi, Mesir, Syria, Iraq, Yordania, Qatar, Kuait, dapat dibedakan menjadi dua ragam, yaitu Arab fushha dan  Arab ammiyah. Keduanya digunakan dalam realitas sosial dengan konteks dan nuansa yang berbeda. Bahasa Arab fushha digunakan dalam forum resmi (kenegaraan, ilmiah, akademik,termasuk khutbah); sedangkan bahasa Arab ammiyah digunakan dalam komunikasi tidak resmi, intrapersonal, dan dalam interaksi sosial di  berbagai tempat (rumah, pasar, kantor, dsb). Frekuensi dan tendensi penggunaan bahasa Arabammiyah tampaknya lebih sering dan lebih luas, tidak hanya di kalangan masyarakat  umum, melainkan juga kalangan masyarakat terpelajar dan pejabat (jika mereka berkomunikasi dengan sesamanya). Mereka baru menggunakan bahasa Arab fushha jika audien bukan dari kalangan mereka saja.[5]
Menurut ‘Abd al-Shabur Syahin, pendidikan bahasa Arab dewasa ini dihadapkan pada berbagai tantangan yang serius. Pertama, akibat globalisasi, penggunaan bahasa Arab fushha di kalangan masyarakat Arab sendiri mulai berkurang frekuensi dan proporsinya, cenderung digantikan dengan bahasa Arab ammiyah atau dialek local. Jika jumlah negara Arab berjumlah 22 negera, berarti paling tidak ada 22 ragam bahasa ammiyah. Hal ini belum termasuk dialek suku-suku dan kawasan-kawasan tertentu.
Dewasa ini, terutama di kalangan generasi muda Arab, terdapat kecenderungan baru, yaitu munculnya fenomena al-fush’amiyyah, campuran ragam fushha dan ‘ammiyah’. Gejala ini merupakan tantangan serius bagi dunia pendidikan karena terjadipengeleminasian  beberapa gramatika (qawa’id). Kaedah-kaedah bahasa yang baku kurang diperhatikan, sementara pembelajaran qawa’id pada umumnya tidak efektif. Kultur fush’amiyyah lebih dominan daripadi kultur akademik yang memegang teguh kaedah-kaedah berbahasa Arab. Bahkan di kalangan perguruan tinggi Mesir, termasuk di Fakultas Arab, sebagian besar dosennya banyak menggunakan ragam baru ini.
Kedua, masih menurut Syahin, realitas bahasa Arab dewasa ini juga dihadapkan pada tantangan globalisasi, tepatnya tanganan pola hidup dan kolonialisasi Barat, termasuk penyebarluasan bahasa Arab di dunia Islam. Kolonialisasi ini, jika memang tidak sampai menggantikan bahasa Arab, minimal dapat menambah pengguna belajar bahasa Arab di kalangan generasi muda.
Ketiga, derasnya gelombang pendangkalan akidah, akhlak, dan penjauhan generasi muda Islam dari sumber-sumber ajaran Islam melalui pencitraan buruk terhadap bahasa Arab. Dalam waktu yang sama terjadi kampanye besar-besaran atas nama globalisasi untuk menyebarkan dan menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa yang paling kompatibel dengan kemajuan teknologi.[6]
Selain ada upaya penggantian huruf Arab dengan latin, bahasa Arab pada lembaga pendidikan di dunia Islam juga mulai digeser meskipun belum sampai digantikanoleh bahasa Inggris atau Perancis sebagai bahasa pengantar untuk pembelajaran sains. Berbagai siaran langsung olah raga di dunia Arab, terutama sepakbola, yang disiarkan dari Barat sudah banyak menggunakan bahasa Inggris.Akibatnya, minat dan motivasi untuk mempelajari bahasa Arab secara serius menjadi menurun.
Studi bahasa Arab di lembaga pendidikan kita juga mengalami disorientasi: tidak jelas arah dan tujuannya. Hal ini, antara lain, terlihat pada struktur program kurikulum PBA yang bermuatan beberapa mata kuliah yang tampaknya tidak semuanya revelan dengan visi dan misi PBA.Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran nahwu dan sharafbelum mampu menuntaskan persoalan-persoalan yang seharusnya dipecahkan dalam perkuliahan itu. Pada saat yang sama, fakta ini juga menunjukkan bahwa para mahasiswa belum banyak menerima latihan (tadribat nahwiyyah atau sharfiyyah) yang jika dikembangkansemestinya membuat mereka terlatih menyusun kalimat baku secara baik dan benar.
Orientasi studi bahasa Arab pada lembaga pendidikan kita tampak masih mendua dan setengah-setengah: antara orientasi kemahiran, dan orientasi keilmuan. Keduanya memang perlu dikuasasi oleh mahasiswa, namun salah satu dari keduanya perlu dijadikan sebagai fokus: apakah bahasa Arab diposisikan sebagai studi keterampilan yang berorientasi kepada pemahiran mahasiswa dalam empat keterampilan bahasa secara mumpuni? Ataukah bahasa Arab diposisikan sebagai disiplin ilmu yang berorientasi kepada penguasaan tidak hanya kerangka epistemologinya, melainkan juga substansi dan metodologinya.
Jika orientasi pertama yang dipilih, maka idealnya 70% mata kuliah di PBA bermuara pada pengembangan keterampilan: mendengar, berbicara, membaca, menulis, dan menerjemahkan. Sisanya, 30% untuk pengayaan materi keilmuan bahasa Arab, kefakultasan. Sebaliknya jika orientasi kedua yang dipilih, maka idealnya 70% mata kuliah di PBA bernuansa: metodologi penelitian bahasa Arab, linguistik terapan, sosiolinguistik, psikolinguistik, sejarah dan filsafat bahasa Arab, dan sebagainya.
Tantangan lainnya yang juga tidak kalah pentingnya dalam pengembangan pendidikan bahasa Arab adalah rendahnya minat dan motivasi belajar serta kecenderungan sebagai pelajar atau mahasiswa bahasa Arab untuk “mengambil jalan yang serba instan” tanpa menulis proses ketekunan dan kesungguhan. Hal ini terlihat dari karya-karya dalam bentuk makalah dan skripsi yang agaknya cenderung merosot atau kurang berbobot mutunya.[7]
C.Prospek  Pendidikan Bahasa Arab
Setiap tantangan pasti memberikan peluang dan prospek jika kita berusaha untuk menghadapi tantangan itu dengan berpikir positif (al-tafkir al-ijabi) dan bersikap penuh kesungguhan dan kearifan, termasuk tantangan yang kini dihadapi pendidikan bahasa Arab. Menurut penulis, ada beberapa prospek studi bahasa Arab di masa depan yang dapat diraih, jika parapeminat studi bahasa Arab secara bersama-sama mau dan mampu menekuninya dan mengubah tantangan menjadi peluang.
Pertama, peluang untuk pengembangan bahasa Arab semakin terbuka, karena seseorang yang menguasai bahasa Arab dapat dipastikan memiliki  modal dasar untuk mendalami dan mengembangkan kajian Islam, atau setidak-tidaknya mengembangkan studi ilmu-ilmu keislaman seperti: fiqih, tafsir, hadits, sejarah Islam, filsafat Islam, dan sebagainya, dengan merevitalisasi penelusuran (eksplorasi) dan elaborasi sumber-sumber aslinya. Dengan kata lain, bahasa Arab dapat dijadikan sebagai alat dan modal hidup untuk mencari dan memperoleh yang lain di luar bahasa Arab, baik itu ilmu maupun keterampilan berkomunikasi lisan.
Kedua, pengembangan profesi keguruan, yaitu: menjadi tenaga pengajar bahasa Arab yang profesional. Sebab yang mempunyai kompetensi dan kewenangan akademik dan profesional di MI/SD, MTs/SMP, dan MA/SMU atau lembaga pendidikan yang sederajat adalah lulusan Pendidikan Bahasa Arab, bukan lulusan BSA (Bahasa dan Sastra Arab) atau lainnya.[8]
Ketiga, penggiatan dan pembudayaan tradisi penelitian dan pengembangan metodologi pembelajaran bahasa Arab.Hal ini perlu dilakukan agar ilmu bahasa Arab dan metodologi pembelajarannya semakin berkembang dinamis dan maju.
Keempat, intensifikasi penerjemahan karya-karya berbahasa Arab, baik mengenai keilmuan dan keislaman ke dalam bahasa Indonesia danatau sebaliknya. Profesi ini cukup menantang dan menjanjikan harapan, meskipun penerjemah relatif belum mendapat apresiasi yang sewajarnya.Menarik dicatat bahwa salah satu faktor yang mempercepat kemajuan peradaban Islam di masa klasik adalah adanya gerakan penerjemahan besar-besaran, terutama pada masa Harun al-Rasyid (786-809 M) dan al-Ma’mun (786-833 M).Gerakan penerjemahan itu disosialisasikan dengan ditunjang oleh adanya pusat riset dan pendidikan seperti Bait al-Hikmah.
Kelima, intensifikasi akses dan kerjasama dengan pihak luar, termasuk melalui Departemen Luar Negeri, agar “pos-pos” yang bernuansa atau berbasis bahasa Arab dapat diisi oleh lulusan PBA, yang meminati karir di bidang diplomasi dan politik. Jika program peminatan atau konsentrasi yang terkait dengan bahasa Arab dapat dikembangkan, makna peluang untuk memperoleh lapangan pekerjaan bagi alumni Pendidikan Bahasa Arab menjadi lebih terbuka dan kompetitif.
Keenam, pengembangan media dan teknologi pembelajaran bahasa Arab. Kita selama ini masih lemah atau belum mumpuni dalam menciptakan produk media dan teknologi, sehingga proses pembelajaran bahasa Arab di lembaga kita masih belum mendapat sentuhan “modernitas” yang bercirikan: mudah, cepat, tepat, dan efektif. Karena itu, tenaga yang menekuni bidang ini perlu dihasilkan atau dimiliki oleh Pendidikan Bahasa Arab.
Ketujuh, sudah saatnya Pendidikan Bahasa Arab melahirkan karya-karya akademik yang dapat memberikan pencerahan masyarakat. Menurut Mahmud Fahmi Hijazi, studi bahasa Arab masih terus memerlukan karya terutama di bidang pengembangan kosakata dan istilah-istilah modern, ensiklopedi, dsb. Sehingga bahasa Arab tidak dianggap sebagai bahasa yang tidak mampuberadaptasi dengan perkembangan ilmu dan teknologi.[9]

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa banyak persoalan dan tantangan Pendidikan Bahasa Arab yang perlu dihadapi, disikapi, dan dicarikan solusinya secara akademik dan dalam batas-batas tertentusecara politik. Isu pencitraan buruk terhadap bahasa Arab, penggantian fushha dengan ammiyah, rendahnya minat dan motivasi sebagian peserta didik dalam belajar bahasa Arab seharusnya menyadarkan kita semua bahwa kita masih harus berpikir, bersikaplebih optimal untuk kemajuan Pendidikan Bahasa Arab di Indonesia.
Tantangan internal maupun eksternal pendidikan bahasa Arab harus kita jadikan sebagai peluang yang dapat memberikan prospek yang lebih cerah dan menjanjikan bagi peminat studi bahasa Arab di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad,Azhar.Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya.yogyakarta:Pustaka Pelajar.cet.1.2003
Emzir, “Kebijakan Pemerintah tentang Pengajaran Bahasa Arab di Madrasah dan Sekolah Umum,” dalam Dudung Rahmat Hidayat dan Yayan Nurbayan (Ed.), Seminar Internasional Bahasa Arab dan Sastra Islam:  Kurikulum dan Perkembangannya, (Bandung: UIN Bandung, 2007), h. 2-3.
Hermawan, Acep. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung:PT Remaja Rosda Karya.2011
Hijazi, Mahmud Fahmi, Al-lughoh al-Arabiyyah fi al-‘Ashr al-Hadist:Qadhaya wa Musykilat,(Kairo:Dar Qubha’,1998),cet.1
Mufid,Fathul.Materi Pembelajaran Bahasa Arab di MTs/MA.Kudus:Nora Media Enterprise.2010
Mutholib,Abdul. Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab (Teori & Praktik).Kudus:Stain Kudus.2009
Thoifuri.Perencanaan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab.Kudus:Nora Media Enterprise.2010



[1]Mufid,Fathul.Materi dan Pembelajaran Bahasa Arab di MTs/MA.Kudus:Nora Media Enterprise.2010.h 13
[2] Thoifuri.Perencanaan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab.Kudus:Nora Media Enterprise.2010.h.45
[3]Mutholib,Abdul.Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab (Teori & Praktik).Kudus:Stain Kudus.2009.h.12
[4]Hermawan,Acep.Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab.Bandung:PT Remaja Rosda Karya.2011h.89-90
[5] Arsyad,Azhar.Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya.yogyakarta:Pustaka Pelajar.cet.1.2003.h.12
[6]Hermawan,Acep.Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab Op.cit.h.91
[7]Hermawan,Acep.Metodologi.....op.cit
[8] Emzir, “Kebijakan Pemerintah tentang Pengajaran Bahasa Arab di Madrasah dan Sekolah Umum,” dalam Dudung Rahmat Hidayat dan Yayan Nurbayan (Ed.), Seminar Internasional Bahasa Arab dan Sastra Islam:  Kurikulum dan Perkembangannya, (Bandung: UIN Bandung, 2007), h. 2-3.

[9]Hijazi, Mahmud Fahmi, Al-lughoh al-Arabiyyah fi al-‘Ashr al-Hadist:Qadhaya wa Musykilat,(Kairo:Dar Qubha’,1998),cet.1,h.79

Tidak ada komentar:

Posting Komentar